12. Dia ayahku. Aku bingung kenapa dia ada disana, karna setahuku ayak kerja bawa bus antar kota, yg td pagi berangkat dengan kemeja kotak-kotak khas ayahku.
11. Ibu mengetuk salah satu kamar, yang ukurannya sekitar 4 X 4 meter. Terdengar sayup suara bayi dan ibunya dari dalam. Tak lama seorang pria dengan perawakan yang familiar membukakan pintu.
10. Aku dibawa ibu ke satu perumahan, atau tepatnya rumah petak kontrakan. Aku bingung, karna merasa tidak punya saudara atau kenalan yg tinggal disana.
9. Setahun kemudian, kakak kedua mendekati kelulusan SMA dan akan melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi juga. Tapi ada satu kejadian yang menyebabkan semuanya abu-abu.
6. Dulu, kecil dulu, semua terlihat normal. Ibu petani dan ayah supir. Terasa sulit, tapi bisa makan, sekolah dan tidur nyaman rasanya sudah lebih dari cukup.
4. Aku bersyukur lahir di keluarga sederhana tapi tetap mengutamakan pendidikan. Walaupun tidak di sekolah mahal, tapi setidaknya bisa merasakan bangku sekolah sampai jenjang universitas.
Hutang gede 19 bulan lagi, hutang kecil 4 tahun lg. Sampai kapan ya, hidup untuk utang gini. Satu keputusan yang salah, dampaknya ke hidupan seumur hidup.
Aku bukanlah yang pintar mandapatkan hati seseorang, apalagi untuk mempertahankannya. Aku bukanlah yang bisa berkomitmen terhadap satu hal, ataupun hubungan. Aku tidak bisa diam dalam satu hal itu saja.
Ketakutanku untuk membangun keluarga semakin besar. Melihat masalah keluarga yang bertubi-tubi membuatku takut. Masalah ekonomi, masalah keyakinan beragama, masalah eksternal keluarga yang terlalu ikut campur, masalah mental dan pertumbuhan anak.